Suku Tengger adalah salah satu suku yang mendiami kawasan pegunungan di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur. Suku ini dikenal dengan kehidupan tradisionalnya yang kaya akan nilai-nilai budaya dan spiritualitas. Meski hidup di tengah modernisasi, Suku Tengger berhasil mempertahankan tradisi dan adat istiadat mereka yang diwariskan secara turun-temurun.
1. Asal Usul dan Sejarah
Asal-usul Suku Tengger terkait erat dengan sejarah Kerajaan Majapahit. Berdasarkan legenda, Suku Tengger adalah keturunan dari para punggawa dan rakyat Kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke pegunungan ketika kerajaan mereka runtuh pada abad ke-15. Nama “Tengger” sendiri berasal dari gabungan dua kata, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko Seger, dua tokoh legendaris yang dipercaya sebagai leluhur mereka.
Suku Tengger terus mempertahankan kepercayaan dan budaya mereka meski Islam menyebar ke seluruh Nusantara. Mayoritas masyarakat Tengger menganut kepercayaan Hindu-Budha yang bercampur dengan animisme dan dinamisme, serta ritual adat yang sangat penting dalam kehidupan mereka.
2. Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan masyarakat Suku Tengger sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis di sekitar Gunung Bromo. Mereka hidup sebagai petani dengan menanam berbagai jenis sayuran dan buah-buahan di lahan subur yang terbentuk dari abu vulkanik. Komunitas Tengger dikenal sebagai masyarakat yang damai dan saling menghormati. Mereka memegang teguh prinsip gotong royong dan kekeluargaan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Budaya Suku Tengger sangat erat kaitannya dengan alam dan kepercayaan mereka terhadap kekuatan spiritual. Mereka percaya bahwa Gunung Bromo adalah tempat suci yang dihuni oleh dewa-dewa, dan oleh karena itu, mereka menjaga dan merawat alam sekitar dengan penuh rasa hormat.
3. Kepercayaan dan Ritual
Kepercayaan utama Suku Tengger adalah Hindu Dharma, yang bercampur dengan kepercayaan animisme. Mereka menyembah dewa-dewa Hindu serta arwah leluhur yang dianggap melindungi mereka. Kepercayaan ini diwujudkan dalam berbagai upacara dan ritual yang dilakukan sepanjang tahun.
Salah satu ritual paling terkenal dari Suku Tengger adalah Yadnya Kasada atau Upacara Kasada. Upacara ini diadakan setiap tahun di kawah Gunung Bromo untuk mempersembahkan sesajen kepada Sang Hyang Widhi dan dewa-dewa lainnya. Sesajen yang berupa hasil bumi, ternak, dan barang-barang lainnya dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol rasa syukur dan permohonan keselamatan. Ritual ini juga dipercaya dapat menjaga keseimbangan alam dan memberikan berkah bagi masyarakat Tengger.
Selain Upacara Kasada, ada juga Upacara Karo, yang diadakan untuk merayakan tahun baru bagi masyarakat Tengger. Upacara ini berlangsung selama beberapa hari dan melibatkan berbagai kegiatan seperti tarian, musik, dan persembahan. Upacara Karo adalah saat bagi seluruh komunitas untuk berkumpul dan mempererat ikatan sosial serta memohon keberkahan untuk tahun yang akan datang.
4. Struktur Masyarakat
Masyarakat Tengger memiliki struktur sosial yang sederhana, tetapi sangat fungsional. Mereka dipimpin oleh seorang pemuka adat yang disebut Dukun. Dukun memiliki peran penting sebagai pemimpin spiritual, yang bertanggung jawab memimpin upacara-upacara adat dan menjaga kepercayaan serta nilai-nilai tradisional. Selain Dukun, terdapat juga Kepala Desa yang mengurus administrasi dan urusan pemerintahan lokal.
Dalam masyarakat Tengger, tanah dan sumber daya alam dianggap sebagai milik bersama yang harus dijaga dan dimanfaatkan untuk kepentingan seluruh komunitas. Prinsip ini menjaga agar tidak terjadi ketimpangan sosial yang mencolok di antara mereka.
5. Pendidikan dan Modernisasi
Pendidikan di kalangan masyarakat Tengger mulai berkembang, terutama dengan adanya sekolah-sekolah yang didirikan di daerah mereka. Meski demikian, pendidikan formal tidak sepenuhnya menggantikan pendidikan adat yang diwariskan melalui cerita lisan, mitos, dan praktek budaya sehari-hari. Masyarakat Tengger tetap mempertahankan bahasa, tradisi, dan kepercayaan mereka meski arus modernisasi semakin kuat.
Modernisasi juga mulai merambah ke wilayah Tengger, dengan adanya fasilitas-fasilitas modern seperti jalan raya, listrik, dan telekomunikasi. Namun, masyarakat Tengger cenderung selektif dalam menerima perubahan. Mereka berusaha menjaga agar modernisasi tidak menghilangkan identitas budaya mereka yang khas.
6. Pariwisata dan Tantangan
Gunung Bromo yang menjadi bagian dari wilayah Suku Tengger adalah salah satu destinasi wisata terpopuler di Indonesia. Ribuan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, datang setiap tahun untuk menyaksikan keindahan alam dan ikut serta dalam Upacara Kasada.
Pariwisata memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Tengger, namun juga membawa tantangan. Peningkatan jumlah wisatawan menimbulkan tekanan terhadap lingkungan alam dan kehidupan sosial masyarakat setempat. Oleh karena itu, masyarakat Tengger bersama pemerintah dan pihak terkait berupaya menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya, lingkungan, dan pengembangan pariwisata.
7. Pelestarian Budaya
Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, masyarakat Tengger menunjukkan komitmen yang kuat untuk melestarikan budaya mereka. Upaya pelestarian dilakukan melalui pendidikan, revitalisasi upacara adat, dan promosi budaya kepada generasi muda. Dukungan dari pemerintah dan lembaga budaya juga penting dalam menjaga agar tradisi Suku Tengger tetap hidup dan dikenal luas.
| Baca juga: Tradisi Unik Budaya Madura, Karapan Sapi
Kesimpulan
Suku Tengger adalah salah satu komunitas adat di Indonesia yang berhasil mempertahankan identitas dan tradisi mereka di tengah arus modernisasi. Melalui kepercayaan yang kuat, ritual yang sakral, dan kehidupan sosial yang harmonis, mereka menjaga warisan budaya yang kaya di kaki Gunung Bromo. Tantangan ke depan adalah bagaimana mereka dapat terus menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya, perlindungan lingkungan, dan manfaat ekonomi dari pariwisata. Suku Tengger menjadi contoh nyata bagaimana budaya tradisional dapat bertahan dan berkembang dalam dunia yang terus berubah.